Time is Flow

Saturday, 24 December 2011

Jangan Menyerah -- Pasti Ku Bisa




Tak ada manusia
yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi

reff1:
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik

Tak ada manusia
yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

repeat reff1

reff2:
Tuhan pasti kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
dan tak kenal putus asa

repeat reff1
repeat reff2



Lihat apa yang terjadi
Dengan semua rencanaku
Hancur semua berantakan

Dia berjalan keluar dari lingkaran hidupku
Bebas kulepaskan dia
Akupun mulai berdendang

Pasti ku bisa melanjutkannya
Pasti ku bisa menerima dan melanjutkannya
Ooh pasti ku bisa menyembuhkannya
Cepat bangkit dan berfikir
Semua tak berakhir disini

Merasakan pandanganmu
Penuh cerita dan luka
Memang begitulah semua

Jangan pernah kau menunggu
Keajaiban dunia
Bukalah satu tujuan

Pasti kau bisa melanjutkannya
Pasti kau bisa menerima dan melanjutkannya
Ooh pasti kau bisa menyembuhkannya
Cepat bangkit dan berfikir
Semua tak berakhir disini

Pasti ku bisa melanjutkannya
Pasti ku bisa menerima dan melanjutkannya
Ooh pasti ku bisa menyembuhkannya
Cepat bangkit dan berfikir
Semua tak berakhir disini

*********************

Kedua lagu ini (Jangan Menyerah -- D'Masiv dan Pasti Ku Bisa -- Sheila on 7) emang bisa bikin semangat lagi disaat kita jatuh, gagal dengan semua yang direncanakan, merasa kurang dan belum puas dengan apa yang kita dapatkan atau hampir putus asa... 

nb: buat teman-teman yang lagi down, mengalami kegagalan atau putus asa, saya sarankan mendengarkan kedua lagu ini sambil dihayati, apalagi lagunya D.Masiv klo di dengerin sambil liat video klip nyaa, ngeenaa banget.... Tetep semangaattt buat semua teman-teman yang lagi gagal... ayyooo cepatt bangkkittt...!!!


Thursday, 15 December 2011

The Death of Sukardal


Sukardal, 53, tukang becak mati gantung diri, karena becaknya tgl 2 juli 1986 disita petugas tibum. Seorang dari sekian ratus ribu yang kehilangan mata pencarian di indonesia. ia mati tapi tidak membisu. SUKARDAL menggantung diri pada umurnya yang ke-53.

Tukang becak tua ini kehilangan becaknya, pada tanggal 2 Juli 1986 malam, di sebuah perempatan Kota Bandung. Para petugas Tibum, sesuai dengan peraturan dan perintah atasan, menyita becak itu.

“Kasihan,” kata sebagian orang. “Kok sampai begitu,” kata sebagian yang lain. “Tapi putus asa adalah dosa,” kata para pemberi petuah (dan iklan tabib). “Ekstrem,” kata seorang pejabat. “Barangkali ada pihak ketiga,” kata pejabat lain.

Sukardal mungkin tidak tahu siapa pihak ketiga, siapa pihak pertama, siapa pihak kedua. Ia telah mencoba berebut mempertahankan becaknya dari sitaan petugas. Ia telah diseret ke arah parit. Ia telah menendang. Ia telah diseret lagi dan dinaikkan ke mobil. Ia telah berontak dan berhasil turun dari mobil.

Tapi ia melihat becaknya telah diangkut truk, ia melihat sumber hidupnya terbang, maka ia kembali meloncat ke arah mobil Tibum yang berjalan. Ia menggandul pada mobil itu, dan berteriak-teriak, “Saya mau bunuh diri …. Saya mau bunuh diri ….”

Dan benar: Sukardal kemudian menggantung diri, di sebuah pohon tanjung, di depan sebuah rumah di Jalan Ternate.

“Kasihan,” kata sebagian orang. “Kok sampai begitu,” kata sebagian yang lain. “Tapi kami hanya menjalankan tugas,” kata para petugas Tibum. “Dan pers jangan membesar-besarkan perkara ini,” kata seorang pejabat.

Apa yang besar sebenarnya? Apa yang kecil? Satu dari 18.000 becak di Kota Bandung adalah soal kecil. Seorang dari sekian ratus ribu orang yang kehilangan mata pencaharian di Indonesia kini adalah soal kecil. Lagi pula, pada saat satu Sukardal mati, di sebuah sudut, satu genius yang sama hebat dengan Habibie mungkin baru lahir di sudut tanah air yang lain. Penderitaan manusia adalah ombak yang tak bisa dielakkan dari sejarah sebuah bangsa….

Penderitaan manusia?

Beberapa saat sebelum mati, Sukardal menulis sepucuk surat wasiat. Ia bicara kepada anaknya yang sulung: “Yani, adikmu kirimkan ke Jawa, Bapak sudah tidak sanggup hidup. Mayatku supaya dikuburkan di sisi emakmu.” Dan Yani, 22 tahun, yang bersama tiga adiknya yang kecil-kecil tinggal di sebuah bilik 4 x 4 m (yang disewa), tak sanggup. Wasiat itu terlalu berat. Mengirimkan jenazah ke Majalengka dari Bandung, bagi mereka, bukan perkara kecil.

Apa yang kecil sebenarnya? Apa yang besar?

Seorang bapak yang selama ini sendirian merawat anak-anaknya, dan jarang marah, adalah sesuatu yang besar bagi anak-anak itu. Sebuah becak yang seharga Rp 50 ribu, dan baru saja lunas dicicil, adalah sesuatu yang besar bagi keluarga itu.

Satu setengah meter dari pohon tempat Sukardal mati, ada tembok. Di sana tertulis (kemudian dihapus oleh petugas kepolisian): “Saya gantung diri karena becak saya dibawa anjing Tibum”.

Becak saya, kata Sukardal. Ada kebanggaan memiliki. Ada rasa marah karena sebuah hak direbut. Ada makian: huruf-huruf itu memprotes dan sekaligus putus asa. Dengan kata lain, sebuah perkara besar, karena ia justru terbit pada seorang yang begitu kecil.

Orang yang kecil adalah orang yang memprotes dengan keyakinan tipis bahwa protes itu akan didengar, dan karena itu teriaknya sampai ke liang lahad.

Seperti sebuah sajak, ditulis oleh seorang penduduk Chichibu, di sebelah barat Tokyo, ketika Jepang belum lagi kaya di akhir abad lalu, setelah petani-petani miskin mencoba berontak di tahun 1884 dan kalah dan terkubur:

Angin bertiup
Hujan jatuh
Anak-anak muda mati.
Keluh kemiskinan
Berkibar seperti bendera…
Kata di nisan kami,
Yang tertimbun badai salju 1884,
Tak nampak oleh yang berkuasa
Maka di saat-saat begini
Kami harus menjerit setinggi-tingginya.

Sukardal juga sebenarnya mencoba menjerit tinggi-tinggi. “Kalau betul-betul negara hukum, Tibum harus diusut,” tulis tukang becak itu sebelum mati, pada tembok. Dia bilang, kalau betul-betul. Dia tidak bilang, karena ini negara hukum….

Sukardal meminta, dengan leher terjirat dan nyawa melesat, dan itu berarti dengan keras — karena ia sesungguhnya tidak begitu yakin.

Bagaimana ia bisa yakin? Ia pasti tahu ia bukan termasuk mereka yang bisa menang. Ia bahkan mungkin tak termasuk mereka yang pernah menang. Orang kecil adalah orang yang, pada akhirnya, terlalu sering kalah. Sukardal telah lewat setengah abad: sudah teramat tua untuk memilih kehidupan lain, terlampau tua untuk berontak. Tapi ia, yang tamat sekolah menengah, yang datang dari sebuah kampung di Yogya dan berdagang kecil di Jakarta, toh masih merasa perlu menuliskan pesannya. Ia mati, dan ia tidak membisu. Dan hidup kita, kata seorang arif bijaksana, terbuat dari kematian orang-orang lain yang tidak membisu.


Majalah Tempo, Edisi. 21/XIIIIII/19 – 25 Juli 1986


 

Monday, 21 November 2011

Process Before, The Trip to, and After Graduation...


Dear my blog, udah lama gak nyenggol kamu :),
postingan ini harusnya udh di publish sejak 17 September lalu, pas saya wisuda tapi karna kesibukan baru saya setelah tanggal itu meningkat, kesempatan untuk ngee post baru sekarang.. oke kita mulai aja ceritanya..

17 September 2011

Start from (dimulai dari) -> lulus SMA


-> test seleksi penerimaan mahasiswa baru (UM Mandiri UGM, SNMPTN, UMB, STAN, PENMABA, PMB Unpad, S1 Paralel UI, dan terakhir Vokasi UI) hampir semua jalur penerimaan saya ikutin, dari beberapa yang diterima akhirnya saya memilih... -> Pengumuman hasil test Vokasi = Lulus

-> OKK 2008 "Bangkit Indonesia"


Merpati Putih  =>

=> Display UKM


=> Pelantikan


=> OKK UI 2009 "Think Globally Act Locally"



=> LIFIDENTRA 2009

=> PEMIRA FISIP UI 2009

=> Internship at PT. Indosat, Tbk 2010



=> OKK UI 2010"SIAP MENGABDI"


=> Administrasi Keuangan dan Perbankan B Trip

=> Puncak....


=> Monnaaassss..



=> Olimpiade Ilmiah Mahasiswa (OIM) Quizz


=>Internship at Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 2011




=>Internatioanl Conference on Korean Model of Development



=> And The Last is Graduation... yyeeaahhh..!!


 ***

So so so so... now I am was graduation.. this is a trip during I am studi diploma, many many memories, many many happy enjoy, and many many.... aahhh can't be said..

yah pokonya intinya sekarang saya sudah lulus kuliah D3, banyak banget hal-hal yang saya dapatkan selama tiga tahun ini, kebersamaan teman-teman, belajar sungguh-sungguh, kenakalan anak kuliahan, suka duka perkuliahan, punya banyak teman baru di kepanitian, ke solid-an di organisasi, merasa menjadi orang terpilih di Oim quiz, pengalaman kerja di dunia nyata, bertukar pengalaman kehidupan sama sahabat-sahabat, dan tentu aja roman picisannya anak muda.. hehehe
gak terasa banget itu udah tiga tahun saya jalani, di kampus kuning di fakultas sosial politik, di jurusan administrasi keuangan dan perbankan, dan selama jatuh bangun menimba ilmu akhirnya saya bisa menggunakan baju toga itu, aahhh betapa senangnya saya.. 

sekarang yang ditanyakan.. "apa yang akan saya lakukan setelah lulus?? bagaimana saya membagi ilmu dengan orang lain?" kejutan kehidupan apalagi yang akan saya dapatkan berikutnya?? Pilihan kehidupan apa yang akan saya putuskan?? bukan lagi "kapan saya bisa lulus? dengan nilai terbaik? dengan cumlaude? kapan saya bisa mengabdi kepada negara dengan ilmu yang saya punya??" yaa sekarang saya lagi mencari jawaban dari pertanyaan2 itu.. semoga saya akan cepat mendapat jawabannya.. :))


memo :
saat hari wisuda itu tiba, menandakan bahwa masa perkuliahanku yang di awali dengan kehadiran Kesatria R.A telah berakhir, dan cinta sebelah pihakkupun juga akan berakhir... 
Selamat datang hidup baru yang telah lama menantiku...

"Aku mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada (SDD).."


Jakarta, 20 November 2011