Time is Flow

Thursday, 24 December 2009

Etos Kerja Manajemen Perbankan

Makalah ini dipersembahkan untuk Bapak Drs. Bulizuar Buyung, MM. Sebagai salah satu cara untuk memenuhi kesempurnaan nilai mata kuliah Asas-asas Manajemen yang diberikan oleh Bapak Drs.Bulizuar Buyung, MM.
Saya berharap semoga makalah ini dapat membantu untuk meningkatkan nilai matakuliah Asas-asas Manajemen Saya. Sehingga Saya bisa mendapatkan nilai sempurna dalam mata kuliah Asas-asas Manajemen.
Terimakasih kepada Bapak Bulizuar Buyung yang telah memberikan perkuliah selama setengah smester dalam smester ke-3 ini, terimakasih atas bimbingan dan semangat yang Bapak berikan selama perkuliah berlangsung dengan memberikan kata-kata yang dapat meningkatkan motivasi kepada para mahasiswanya “ Student to day a leader to morrow ”.




To accomplish great things, we must not only act, but also dream,
not only plan, but also believe......


Jakarta, 13 Desember 2009

Wiyasti Dwiandini*



Daftar Isi

BAB I Pendahuluan.......
A. Latar Belakan Penulisan....
B. Permasalahan...
C. Tujuan Penulisan....
D. Metode Penulisan...
BAB II Landasan Teori.....
Devinisi Etos Kerja...
Etos kerja dalam Islam....
Pengertian Manajemen....
Pengertian Perbankan....
Manajemen Perbankan....
BAB III Pembahasan Analisis...
BAB IV Kesimpulan....
BAB V Saran...
Daftar Pustaka...




BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pada tahun 1997 – 1998, kawasan Asia Tenggara mengalami krisis yang menghancurkan perekonomian yang sedang bergeliat tinggi dan dinamis. Indonesia salah satu negara yang terkena dampak hebat dari krisis yang menyebabkan instabilitas finansial yang parah, dan mengakibatkan dunia industri Indonesia yang sedang tumbuh pesat berjatuhan.
Krisis berkepanjangan di Indonesia-yang bermula dari krisis moneter tahun 1997 sering kali dinyatakan sebagai akibat dari berlangsungnya globalisasi. Presiden Soeharto sendiri ketika itu beberapa kali menyatakan bahwa demikianlah yang terjadi, bahwa Indonesia menjadi “korban” dari deru globalisasi yang melanda seluruh dunia. Krisis nilai tukar kemudian merambah dengan cepat ke sektor perbankan Indonesia yang ternyata memang lemah. Dunia usahapun mengalami pukulan dahsyat yang melumpuhkan, terutama para konglomerat-kroni yang terlampau mengandalkan perkembangan bisnisnya pada kedekatan dengan penguasa.
Sepuluh tahun berselang, setelah sedikit demi sedikit ekonomi Indonesia pulih yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6 % – 7 %, krisis kembali terjadi. Kali ini bersumber dari krisis masalah surat utang berbasis perumahan kelas dua (subprime mortgage) di Amerika Serikat yang ternyata berdampak sangat serius menggoncang pasar finansial di sektor investasi, asuransi dan perbankan yang terkait.
Kondisi perekonomian yang sedemikian sulit, terjadinya perubahan peraturan yang cepat, persaingan yang semakin tajam dan berbagai kecenderungan lain dalam industri perbankan menjadikan alasan perlunya manajemen bank yang solid agar mampu mengahadapi dan mengantisipasi semua keadaan. Untuk mewujudkan menajemen yang solid sangat diperlukan motivasi dan Etos kerja di dalam manajemen perbankan.

Terjadinya krisis ekonomi global yang dampaknya sangat besar bagi kalangan perbankan ini merupakan salah satu penyebab menurunnya semangat kerja karyawan terutama di dalam manajemen perbankan, apalagi ditambah dengan lemahnya perbankan di Indonesia. Dalam mengahadapi ini semua, banyak manajemen bank menganggap sebagai suatu beban berat dan sangat menyusahkan sehingga semangat kerja para karyawanpun menurun bahkan ada beberapa karyawan yang sudah tidak mempunya semangat kerja lagi.
Semangat kerja itu harus timbul terlebih dahulu dari para pemimpin-pemimpin bank yang bersangkutan. Ada banyak cara untuk memberikan semangat kerja agar dapat mencapai sasaran atau menyelesaikan suatu tugas maupun mengatasai persoalan yang di hadapinya. Salah satu karakteristik utama dari seorang pemimpin adalah mampu meningkatkan semangat kerja para karyawannya dalam mencapai tujuan atau misi dari organisasinya, tidak lebih dari seorang penunjuk jalan, yang tahu kemana harus pergi tetapi sepenuhnya tidak dapat mengendalikan mereka yang dipandunya. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan handal.
Oleh sebab itu etos atau semangat kerja dalam manajemen perbankan merupakan kegiatan yang sangat penting dari suatu industri perbankan, baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun pada negara-negara yang telah maju, karena etos kerja sebagai salah satu faktor utama pembentukan manajemen perbankan yang baik, tanpa semangat kerja manajemen tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik.


B. Permasalahan
Masalah tidak muncul dengan cahaya neon yang sebentar-sebentar menyala untuk mengidentifikasi dirinya sendiri. Dan suatu masalah merupakan status quo yang dapat diterima dari orang lain. Masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih yang lebih tinggi dibanding masalah-masalah yang penting.
Ada beberapa masalah yang menyangkut topik ini yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini :
1. Apa yang dimaksud dengan Etos kerja ?
2. Apa yang dimaksud dengan Manajemen perbankan ?
3. Bagaimana Etos kerja di dalam Manajemen Perbankan ?
4. Apa yang menyebabkan etos kerja dalam manajemen perbankan menurun?
5. Bagaimana cara meningkatkan dan menstabilitaskan kembali etos kerja di dalam perbankan?
6. Etos kerja yang bagaimana yang harus diterapkan oleh perbankan?


C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah, agar dapat membantu untuk memahami apa yang dimaksud etos kerja manajemen perbankan, untuk mengetahui etos apa saja yang diterapkan dalam manajemen perbankan, sehingga dapat membantu untuk menciptakan etos yang bagaimana yang perlu diterapkan di dalam perbankan bila kita ingin memasuki dunia perbankan.
Tujuan lainnya adalah sebagai pengetahuan bagi masyarakat luas terutama mahasiswa di jurusan perbankan, sehingga mahasiswa jurusan administrasi perbankan diharapkan mampu mempunyai wawasan dan kemampuan yang cukup tentang etos kerja dalam manajemen perbankan, yang dapat dipadukan dengan dinamika perkembangan ekonomi global.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipergunakan dalam makalah ini adalah :
1. Penulisan menggunakan tekhnologi modern yaitu komputer.
2. Bahan makalah yang digunakan diambil dari buku-buku perpustakaan MBRC, FISIP.
3. Bahan penulisan makalah diambil dari buku-buku di luar perpustakaan, seperti buku motivasi yang dapat membentuk semangat kerja, buku-buku yang berhubungan dengan bahan pembahasan makalah ini .
4. Bahan diambil dari internet.
5. Melalui ilmu yang telah diberikan dalam setiap perkuliahan.
6. Melalui pengetahuan yang telah saya dapatkan selama perkuliahan.
7. Dari pangalaman.


BAB II
Landasan Teori

Devinisi Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat dan kebiasaan. Menurut Jansen Sinamo, maka etos merupakan kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa diterima secara aklamasi. Selain itu, etos merupakan syarat utama bagi semua upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau SDM, baik pada level individual, organisasional, maupun sosial. Selain itu, metode pembangunan integritas bangsa harus dilakukan secara fokus dan serius, membawa misi perbaikan dalam proses berkesinambungan, serta keterlibatan total dari seluruh elemen masyarakat Indonesia.
Kerja sebagai kehormatan, dan karenanya kita wajib menjaga kehormatan itu dengan menampilkan kinerja yang unggul (excellent performance). Kehormatan itu berakar pada kualitas dan keunggulan. Misalnya, Singapura, meskipun negeri kecil dari segi ukuran, tetapi tinggi dari segi mutu birokrasi, nyaris bebas KKN, dan unggul di bidang SDM dan pelayanan sehingga memperoleh status terhormat dalam percaturan bangsa-bangsa.
Yang utama adalah keunggulan budi dan keunggulan karakter yang menghasilkan kerja dan kinerja yang unggul pula. Tentunya, keunggulan tersebut berasal dari buah ketekunan seorang manusia Mahakarya. Kemampuan menghayati pekerjaan menjadi sangat penting sebagai upaya menciptakan keunggulan. Intinya, bahwa saat kita melakukan suatu pekerjaan maka hakikatnya kita sedang melakukan suatu proses pelayanan. Menghayati pekerjaan sebagai pelayanan memerlukan kemampuan transendensi yang bersifat melampaui ruang gerak manusia yang kecil.
Cara terbaik untuk mengatasinya, menurut Jansen Sinamo , ahli pengembangan sumber daya manusia dari Institut Darma Mahardika Jakarta, dengan langsung membenahi pangkal masalahnya, yaitu motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk etos kerja. Secara sistematis, Jansen memetakan motivasi kerja dalam konsep yang ia sebut sebagai "Delapan Etos Kerja Profesional". Sejak 1999, ia aktif mengampanyekan gagasan itu lewat berbagai pelatihan yang ia lakukan. Memahat yang tak terlihat.
• Etos pertama: kerja adalah rahmat.
Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun. Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja, setiap tanggal muda kita menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespons semua nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahan.
• Etos kedua: kerja adalah amanah.
Apa pun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri menerima amanah dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.
• Etos ketiga: kerja adalah panggilan.
Apa pun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah darma. Seperti darma Yudistira untuk membela kaum Pandawa. Seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada para muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat. Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, "I'm doing my best!" Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya.
• Etos keempat: kerja adalah aktualisasi.
Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa "ada". Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekenjaan. Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia. Dengan bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa pede ketika berjumpa koleganya.
• Etos kelima: kerja itu ibadah.
Tak peduli apa pun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata. Jansen mengutip sebuah kisah zaman Yunani kuno seperti ini:
Seorang pemahat tiang menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengukir sebuah puncak tiang yang tinggi. Saking tingginya, ukiran itu tak dapat dilihat langsung oleh orang yang berdiri di samping tiang. Orang-orang pun bertanya, buat apa bersusah payah membuat ukiran indah di tempat yang tak terlihat? Ia menjawab, "Manusiamemang tak bisa menikmatmnya. Tapi Tuhan bisa melihatnya". Motivasikerjanya telah berubah menjadi motivasi transendental.
• Etos keenam: kerja adalah seni.
Apa pun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi. Jansen mencontohkan Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.
"Antusiasmelah yang membuat saya mampu bekerja berbulan-bulan di laboratorium yang sepi," katanya. Jadi, sekali lagi, semua kerja adalah seni. Bahkan ilmuwan seserius Einstein pun menyebut rumus-rumus fisika yang njelimet itu dengan kata sifat beautiful.
• Etos ketujuh: kerja adalah kehormatan.
Seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, kita sudah mafhum. Semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia.
• Etos kedelapan: kerja adalah pelayanan.
Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama. Pada pertengahan abad ke-20 di Prancis, hidup seorang lelaki tua sebatang kara karena ditinggal mati oleh istri dan anaknya. Bagi kebanyakan orang, kehidupan seperti yang ia alami mungkin hanya berarti menunggu kematian. Namun bagi dia, tidak. Ia pergi ke lembah Cavennen, sebuah daerah yang sepi. Sambil menggembalakan domba, ia memunguti biji oak, lalu menanamnya di sepanjang lembah itu. Tak ada yang membayarnya. Tak ada yang memujinya. Ketika meninggal dalam usia 89 tahun, ia telah meninggalkan sebuah warisan luar biasa, hutan sepanjang 11 km! Sungai-sungai mengalir lagi. Tanah yang semula tandus menjadi subur. Semua itu dinikmati oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal.
Di Indonesia semangat kerja serupa bisa kita jumpai dalam diri almarhum Munir, aktivis Kontras yang giat membela kepentingan orang-orang yang teraniaya.
"Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan dilengkapi keinginan untuk berbuat baik," kata Jansen. Dalam bukunya Ethos21, ia menyebut dengan istilah rahmatan lii alamin (rahmat bagi sesama).
Menurut Jansen, kedelapan etos kerja yang ia gagas itu bersumber pada kecerdasan emosional spiritual. Ia menjamin, semua konsep etos itu bisa diterapkan di semua pekerjaan. "Asalkan pekerjaan yang halal," katanya. "Umumnya, orang bekerja itu `kan hanya untuk nyari gaji. Padahal pekerjaan itu punya banyak sisi," katanya.
Dalam urusan etos kerja, bangsa indonesia sejak duludikenal memiliki etos kerja yang kurang baik. Dijaman Kolonial, orang-orang Belanda sampaimenyebut kita dengan sebutan mengejek, in lander pemalas. Ini berbeda dengan, misalnya, etos samurai yang dimiliki bangsa jepang. Mereka terkenal sebagai bangsa pekerja keras dan ulet.
Namun Jansen menegaskan, pekerjaan keras sama sekali bebeda dengan workaholic. Pekerja keras bisa membatasi diri dan tahu kapan saatnya menyediakan waktu untuk urusan di luar kerja. Sementara seorang workaholic tidak. Dalam pandangan Jansen, kondisi kerja yang menyenangkan adalah kerja bersama semua pihak. Bukan hanya bawahan tetapi juga atasan.
Sering seorang atasan mengharapkan bawahannya bekerja keras, sementara Ia sendiri secara tidak sengaja melakukan sesuatu yang meluntukrkan semangat kerja bawahan. Jansen memberi contoh, atasan yang terlalu sering mengkritik bawahannya jika membuat suatu kesalahan, tapi tidak pernah memujinya jika ia menunjukan prestasi.
Secara manusiawi hal itu akan menyebabkan bawahan kehilangan semnagat kerja. Buat apa bekerja keras kalau hasir kerjanya tak akan dihargai. Ingat pada dasarnya manusia menyukai reward.


 Etos kerja dalam Islam
Sesungguhnya dikotomi antara "kerja" dengan "belajar" tidak perlu terjadi. Karena, apabila kita menghayati ikrar kita secara mendalam pada proposisi "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" dalam surat Al-Fatihah, maka dunia kehidupan kaum Muslimin bernuansa ibadah yang sangat kental. Dalam firman-Nya yang lain, Allah mengatakan, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah," (QS Adz-Dzariyat, 51 : 56). Sehingga, jelas-jelas tidak ada pemisahan antara yang sakral dengan yang profan, yang duniawi dengan yang ukhrawi.
Ketika mengomentari ayat, "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu" (QS Al-Ma'idah, 5 :1), Raghib Isfahani, sebagaimana dikutip Seyyed Hossein Nasr (1994) mengatakan bahwa perjanjian-perjanjian itu meliputi perjanjian-perjanjian antara Tuhan dan manusia, yakni kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan; perjanjian antara manusia dan dirinya sendiri; dan perjanjian antara individu dan sesamanya.
Dengan demikian, perjanjian (uqud) yang dirujuk pada ayat tersebut berkisar antara pelaksanaan shalat sehari-hari sampai menjual barang dagangan di bazaar, dari sembah sujud hingga kerja mencari penghidupan.
Berangkat dari pandangan dunia tradisional tersebut yang tidak mendikotomikan antara yang sakral dan yang profan, maka etos kerja kaum Muslim selayaknya memperhatikan kualitas pekerjaannya. Ini artinya, dalam bekerja karakteristik spiritual tetap terjaga dan terpelihara yakni pekerjaan itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Tanggung jawab terhadap kerja berarti kesiapan untuk bertanggung jawab di hadapan Yang Mutlak karena kerja adalah saksi bagi semua tindakan manusia. Dalam ushuluddin disebut-sebut perihal konsep ma'ad atau qiyamah yang bila diterjemahkan dalam keseharian akan sangat mendukung sekali terhadap profesionalisme dalam bekerja. Di sini konsep ma'ad atau qiyamah bukanlah suatu konsep di langit-langit Platonik melainkan sesuatu yang hidup, membumi.
Penghayatan yang mendalam terhadap prinsip ma'ad akan berimplikasi positif dan konstruktif terhadap perkembangan kepribadian kaum Muslim. Setidaknya dengan menghayati prinsip tersebut, pemuda Muslim tidak mengenal istilah pengangguran.
Konon, praktik shalat wajib di kalangan Syi'ah yang mencakup shalat fajr, shalat siang hari (Zhuhur dan 'Ashar), dan shalat malam hari (Maghrib dan 'Isya), merupakan refleksi etos kerja mereka yang begitu tinggi dan manifestasi produktivitas dalam berkarya. Artinya, bila kaum Syi'ah selesai melaksanakan shalat siang hari, maka setelah selesai shalat dan zikir, mereka akan kembali bekerja dengan semangat yang tetap terjaga. Bukan meneruskannya dengan aktivitas yang kurang produktif dan tidak bermanfaat.
"Kerja berkaitan erat dengan doa dan hidayah bagi semua masyarakat tradisional dan kaitan ini dirasakan dan diaksentuasikan dalam Islam," tulis Nasr (1994). Dengan mengamati lafaz adzan Syi'ah, dengan formulasi hayya 'ala al-shalah, hayya 'ala al-falah, dan hayya 'ala khair al-'amal, Nasr menyimpulkan bahwa shalat dan kerja memiliki keterkaitan yang prinsipal. "Di sana hubungan antara shalat, kerja, dan amal saleh selalu ditekankan," lanjutnya.
Perspektif Islam yang padu, menolak membedakan antara yang sakral dan yang profan, yang ukhrawi dan yang duniawi, yang religius dan yang sekular atau, secara lebih spesifik, antara shalat dan kerja. Implikasi praktisnya adalah bahwa sebagaimana kita mencoba khusyu dalam shalat, maka begitu pula dalam bekerja kita mencoba untuk meng-khusyu'-kan diri. Dalam bahasa bisnisnya, berusaha bersikap lebih profesional.
Lebih jauh, sebagaimana ketakutan pada Tuhan dan tanggung jawab kepada-Nya dalam ekspresi shalat kita, maka demikian pula kita dalam pekerjaan kita. Karena, "Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu."

Devinisi Manajemen Perbankan
 Pengertian manajemen
Manajemen adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus dalam membentuk organisasi. Semua organisasi mempunyai orang yang bertanggung jawab terhadap organisasi dalam mencapai sasarannya. Orang ini disebut manajer. Para manajer ini adalah pelatih, konduktor, eksekutif penjualan-mungkin lebih menonjol dalam beberapa organisasi daripada yang lain, tetapi tanpa manajemen yang efektif, kemungkinan besar organisasi akan gagal.
Manajemen merupakan proses merencanakan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudanh ditetapkan. Manajemen adalah aktivitas utama yang membuat perbedaan dalam hal seberapa baik organisasi melayani orang yang dipengaruhi olehnya.
Sejauh mana keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuannya, dan memenuhi tanggung jawab sosialnya, banyak tergantung pada para manajernya. Bila para manajer melakukan pekerjaan mereka dengan baik, suatu organisasi mungkin akan mencapai sasarannya. Seberapa baik manajer melakukan pekerjaan mereka, prestasi manajerial merupakan pokok yang banyak diperdebatkan, dianalisis, dan membingunkan bagi seluruh negara.
Di dalam manajemen terdapat beberapa teori manajemen. Teori adalah prespektif yang dipergunakan oleh manusia untuk membuat dunia pengalamannya masuk akal. Secara formal teori adalah sekelompok asumsi yang erat berkaitan, dikemukakan untuk menjelaskan hubungan antara dua fakta atau lebih yanh dapat diamati. Teori manajemen awal terdiri dari berbagai usaha untuk mengetahui para pendatang baru dalam kehidupan industri ini pada akhir abad kesembilan belas dan awal abad ke duapuluh di Eropa dan Amerika serikat. Dalam bagian ini, ada sejumlah pendekatan yang dikenal dalam teori manajemen awal, yaitu :
• Aliran Manajemen Ilmiah
Teori manajemen ilmiah muncul dari sebagian kebututhan untuk meningkatkan produktivitas karena diabad duapuluhan tenaga terampil sangatlah kurang. Satu-satunya cara untuk meningkatkan produktivitas adalah menaikkan efisiensi para pekerja. Oleh karena itu, Frederick W. Taylor, Hanry L Gantt dan Frank serta Lilian Gillberth memikirkan prinsip-prinsip utama yang dikenal sebagai teori manajemen ilmiah.
• Aliran Teori Organisasi Kelasik
Teori ini dikemukakan oleh Henry Fayol,Max Weber, Mary Parker follett, Chester I. Barnard. Di dalam teori ini, yang sering digunakan adalah teory Henry Fayol, pada umumnya Ia diakui sebagai penemu aliran manajemen klasik bukan karena dia adalah orang pertama yang menemukan tingkah laku manajerial, tetapi karena Dia adalah orang pertama yang membuatnya menjadi sitematik. Fayol tertarik pada total organisasi dan memusatkan pada manajemen, Fayol meyakini bahwa manajemen adalah suatu keterampilan seperti yang lain yaitu sesuatu yang dapat diajarkan kalau prinsip dasarnya dipahami. Dalam teori ini Fayol mengemukakan 14 Prinsip yang dikenal dengan sebutan “14 Prinsip Manajemen Fayol”. Yang terdiri dari : Pembagian tugas, Wewenang, Disiplin, Kesatuan Komando, Kesatuan dalam pengarahan, Kepentingan individual di bawah kepentingan umum, Imbalan, Sentralisasi, Hierarki, Susunan, Keadilan, Stabilitas stat, Inisiatif, Semangat korps.
• Aliran Tingkah Laku : Organisasi adalah Manusia
Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai mansia : pada dasarnya satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X, yang berisi pengandaian bahwa karyawan tidak menyukai bekerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sedangkan pandangan yang bersifat positif, ditandai dengan Teori Y, yang berisi pengandaian bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri.
• Aliran Ilmu Manajemen
Aliran ini menjadi populer lewat dua fenomena pasca perang. Yang pertama, perkembangan komputer berkecepatan tinggi dan komunikasi diantara komputer membuka jalan untuk menangani masalah organisasi bersekala besar dan kompleks. Kedua, Robert McNamara menerapkan ilmu manajemen di Ford Motor Company pada tahun 1950-an dan 1960-an. Ilmu manajemen menawarkan cara yang baru untuk berfikir mengenai waktu. Dengan model matematika yang rumit, serta komputer yang mengolah angka, meramalkan masa depan berdasarkan masa lalu dan masa kini menjadi aktivitas yang populer. Manajer sekarang dapat bermain dengan pertanyaan “bagaimana kalau masa depan seperti ini?” yang tidak dapat ditangani oleh para ahli teori manajamen terdahulu. Pada saat yang samaaliran ilmu manajemen kurang memberi perhatian pada hubungan itu sendiri dalam organisasi.

 Pengertian Perbankan
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berperan sebagai badan intermediasi yang tugasnya menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dalam bentuk giro, tabungan, deposito dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit ke masyarakat yang kekurangan dana.
Menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masayarakat banyak.
Sejalan dengan karakteristik usahanya tersebut maka bank merupakan suatu segmen usaha yang kegiatannya banyak diatur oleh pemerintah. Peraturan secara ketat oleh penguasa moneter terhadap kegiatan perbankan ini tidak terlepas dari perannya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar yang merupakan salah satu sasaran pengaturan oleh penguasa moneter dengan menggunakan berbagai peranti kebijakan moneter.
Secara umum bank-bank di Indonesia dapat dibedakan berdaarkan fungsinya yaitu bank sentral dan bank umum, bank pembangunan, bank tabungan, bank koprasi dan bank perkreditan rakyat, dibeberapa negara, dikenal juga bank seperti Investment bank atau mortgage bank. Investment bank pada dasarnya bank yang kegiatan usahanya berkaitan dengan pasar modal, sedangkan mortgage bank adalah bank yang memberikan kredit perumahan.
Bank umum sebagai badan intermediasi keuangan memberikan jasa-jasa keuangan baik kepada unit surplus maupun kepada unit defisit. Bank melaksanakan beberapa fungsi dasar yaitu :
Funsi Bank Umum
1. Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi.
2. Menciptakan uang.
3. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat.
4. Menawarkan jasa-jasa keuangan lain.

Bank sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia yang mempunyai satu tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan sebagian prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk mencapai dan memelihara kestabilan niali rupian sebagai tujuan Bank Indonesia perlu ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu : kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, sistem perbankan dan keuangan yang sehat.
Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia mempunyai tugas-tugas yang harus dilaksanakan, tugas-tugasnya yaitu :
1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter.
2. Mengatur dan menjaga sistem pembayaran.
3. Mengatur dan mengawasi bank.
4. BI juga memiliki kewenangan memberikan persetujuan dan perizinan serta mwngawasi atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem.
Agar tujuan mencapai dan memelihra kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan. Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakikan Bank Indonesia antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga. Efektivitas tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang merupakan sasaran dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal tersebut memerlukan sistem perbankan yang sehat, yang merupakan tugas mengaturdan mengawasi bank. Selanjtnya sistem perbankan yang sehat akan mendukung pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama dilakukan melalui sistem perbankan.

 Manajemen perbankan
Manajemen perbankan yaitu aktivitas utama perbankan dalam proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi perbankan untuk mencapai sasaran organisasi yang sudanh ditetapkan, yaitu dengan menjadi badan intermediasi. Manajemen perbankan dapat membantu mempermudah proses-proses utama dalam perbankan yaitu menghimpun dana dari nasabah dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.
Manajemen bank memiliki sasaran dalam melaksanakan kegiatan oprasionalnya. Sasaran tersebut pada prinsipnya dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu sasaran yang bersifat jangka pendek dan sasaran jangka panjang.
Sasaran jangka pendek berkaitan dengan penggunaan waktu dalam operasional bank untuk mencapai tujuan yang bersifat jangka pendek. Sasaran manajemen bank jangka pendek antara lain meliputi pemenuhan likuiditas terutama untuk memenuhi likuiditas wajub minimum yang ditetapkan oleh otoritas moneter disamping memenuhi likuiditas untuk memenuhi penarikan dana oleh nasabah sehari-hari, menyediakan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan penanaman dana dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek atau instrumen pasar uang.
Sasarana jangka panjang manajemen bank adalah bagaimana memperoleh keuntungan dari kegiatan bank untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemilik bank. Untuk mencapai sasaran ini manajemen mempertimbangkan faktor-faktor resiko yang dapat membahayakan kondisi usaha bank. Untuk mencapai sasaran jangka panjang ini, bank tidak boleh mengorbankan sasaran jangka pendek dan mengabaikan praktik-praktir dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Meskipun sasaran jangka panjang ini cukup penting untuk menjaga kontinuitas usaha bank, namun sasaran jangka pendek tetap merupakan masalah prioritas yang mutlak harus dipenuhi.
Arti penjelasan tersebut, maka dapat disimpulakn bahwa sasaran pokok manajemen bank pada dasarnya untuk memaksimalkan nilai investasi dari pemilik bank. Untuk mencapai sasaran tersebut manajemen bank harus memperhatikan beberapa hal dalam pengelolaan aktiva dan kewajibannya sebagai berikut :
a. Mengelola likuiditasnya
b. Memperkecil resiko dengan mengalokasikan dananya pada aset yang beresiko rendah atau melakukan diversifikasi.
c. Memperoleh dana dengan biaya rendah.
d. Menentukan jumlah modal yang harus dipertahankan dan meningkatkan modal sesuai kebutuhan.
Kegiatan usaha bank sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang akhirnya mempengaruhi pola manajemen bank. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam bank atau faktor internal dan bisa pula bersumber dari luar bank itu sendiri atau faktor eksternal.
Faktor internal yaitu faktor-faktor yang bersumber dari dalam bank yang mempengaruhi manajemen bank antara lain berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan strategi oprasional bank antara lain :
a. Struktur organisasi bank yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan kebijakan atau perencanaan.
b. Budaya kerja perusahaan ( corporate culture ).
c. Filosofi dan gaya manajemen : konservativ atau agresif.
d. Strategi segmentasi pasar dan jaringan kantor

e. Ketersediaan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi.
f. Komitmen pemilik terhadap pengembangan usaha bank.

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang bersumber dari luar bank yang mempengaruhi manajemen bank meliputi faktor diluar kendali bank, yaitu :
a. Kebijakan moneter.
b. Fluktuasi nilai tukar dan tingkat inflasi.
c. Volatilitas tingkat bunga.
d. Sekurutisasi.
e. Treasury manajemen.
f. Globalisasi.
g. Persaingan antarbank maupun lembaga keuangan nonbank.
h. Perkembangan teknologi.
i. Inovasi instrumen keuangan.



BAB III
Pembahasan Analisis

Perilaku sebuah bangsa tidak tercipta dalam waktu singkat, namun terbentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Perilaku tersebut dicerminkan dari sikap para warga negaranya, bila suatu negara telah memiliki kualitas SDM yang handal yang dapat mengatur sistim didalam bangsa tersebut dengan baik maka bangsa tersebut dapat dikatakan bangsa yang baik pula. Agar para SDM ini memiliki kinerja yang baik maka sebelumnya diperluka motivasi dan semngat kerja yang dapat mendongkrak kinerja para SDM tersebut sehingga dapat menciptakan sebuah perusahaan atau lembaga yang dapat memajukan sebuah bangsa untuk mensejahterakan para warga negaranya.
Saat kita berbicara mengenai sebuah lembaga, misalnya lembaga perbankan maka di dalamnya harus terdapat sistem yang paradigmatik, pemimpin yang amanah dan memiliki kompetensi di bidangnya, proses transaksi keuangan, menggunakan perannya dengan baik sebagai lembaga intermediasi, lingkungan dan budaya lembaga keuangan. Selain itu, terdapat ruang interaksi dan sinergi antara atasan dengan bawahan, nasabah dan masyarakat luas. Adanya interaksi dan sinergi ini diharapkan dapat menciptakan manajemen perbankan yang dirindukan pada abad mendatang, yaitu manusia yang memiliki kualitas SDM-nya serta mentalitasnya.
Jika dimensi ini benar-benar tercipta, tentu ia sudah siap menghadapi bahkan siap sebagai pelaku di era teknologi itu karena salah satu agenda penting bagi bangsa kita di abad 21 adalah mengusahakan agar kualitas tenaga kerja kita menjadi tenaga kerja bersaing dengan kemapanannya. Sumber daya manusia bangsa ini perlu dikembangkan hingga mencapai kualitas yang setara dengan bangsa-bangsa yang telah maju terlebih dahulu dibandingkan Indonesia. Hal ini semakin penting, karena selain masalah ekonomi yang menjadi penyakit akut di Indonesia, sesungguhnya kualitas SDM menjadi titik kritis sentral dalam proses tata kemajuan peradaban suatu bangsa secara luas baik dilihat secara politik, teknologi, kultural, maupun manajerial.
Studi-studi sosiologi dan manajemen dalam beberapa dekade belakangan bermuara pada satu kesimpulan yang mengaitkan antara etos kerja manusia (ataukomunitas) dengan keberhasilannya: bahwa keberhasilan di berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu manusia di dalam komunitas atau konteks sosialnya.
Melalui pengamatan terhadap karakteristik masyarakat di bangsa-bangsa yang mereka pandang unggul, para peneliti menyusun daftar tentang ciri-ciri etos kerja yang penting. Misalnya etos kerja Bushido dinilai sebagai faktor penting dibalik kesuksesan ekonomi Jepang di kancah dunia. etos kerja Bushido ini mencuatkan tujuh prinsip, yakni:
1. Gi - keputusan yang benar diambil dengan sikap yang benar berdasarkan kebenaran; jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, sebab kematian yang demikian adalah kematian yang terhormat:
2. Yu - berani dan bersikap kesatria:
3. Jin - murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama:
4. Re - bersikap santun, bertindak benar:
5. Makoto - bersikap tulus yang setulus-tulusnya, bersikap sungguh dengan sesungguh-sungguhnya dan tanpa pamrih:
6. Melyo - menjaga kehormatan, martabat dan kemuliaan, serta
7. Chugo - mengabdi dan loyal.
Begitu pula keunggulan bangsa Jerman, menurut para sosiolog, terkait erat dengan etos kerja Protestan, yang mengedepankan enam prinsip, yakni:
1. bertindak rasional,
2. berdisiplin tinggi,
3. bekerja keras,
4. berorientasi pada kekayaan material,
5. menabung dan berinvestasi, serta
6. hemat, bersahaja dan tidak mengumbar kesenangan.

Pertanyaannya kemudian adalah seperti apa etos kerja bangsa Indonesia ini. Apakah etos kerja kita menjadi penyebab dari rapuh dan rendahnya kinerja sistem sosial, ekonomik (terutama di bidang perbankan) dan kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas kehidupan? Ataukah etos kerja yang kita miliki sekarang ini merupakan bagian dari politik republik tercinta?
Dalam buku "Manusia Indonesia" karya Mochtar Lubis yang diterbitkan sekitar seperempat abad yang lalu, diungkapkan adanya karakteristik etos kerja tertentu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Beberapa di antara ciri-ciri itu adalah: munafik; tidak bertanggung jawab; feodal; percaya pada takhyul; dan lemah wataknya. Beliau tidak sendirian. Sejumlah pemikir/budayawan lain menyatakan hal-hal serupa. Misalnya, ada yang menyebut bahwa bangsa Indonesia memiliki ‘budaya loyo,’ ‘budaya instan’, dan banyak lagi.
Sebuah analisis terhadap perilaku masyarakat di negara maju menyatakan, mayoritas penduduknya sehari-hari mengikuti prinsip-prinsip dasar kehidupan. Misalnya, menghargai etika, kejujuran dan integritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan dan hukum masyarakat, hormat pada hak orang/warga lain, cinta pada pekerjaan, berusaha keras menabung dan investasi, bekerja keras hingga tepat waktu.
Lalu bagaimana melihat etos kerja dari sisi ekonomi sendiri terutama dalam bidang perbankan, etos kerja yang bagaimana yang diterapkan dalam manajemen perbankan?
Bank memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Jasa-jasanya merupakan sentral bagi efektifitasnya sistem perekonomian. Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya bank itu melaksanakan tugas distribusi karena ia bertindak sebagai perantara antara peminjam dan pemberi pinjaman. Tetapi sebuah bank dapat dianggap jantung hati dari struktur keuangan yang kompleks.
Bank-bank pada umumnya dimiliki oleh para investor swasta yang tentu saja berkepentingan dengan hasil yang akan diperolehnya dari investor modal. Para investor ini dalam membangun sebuah bank diawali dengan sikap bersemangat penuh antusias, serta positif dalam menyambut tantangan hidup. Sehingga para investor-investor tersebut berhasil membuat suatu bank dengan menajemen yang cukup baik dan berdampak pada reputasi bank tersebut bila manajemennya baik.
Akan tetapi banyaknya bank yang berdiri ini tidak selalu berdampak positif bagi perekonomian perbankan di negara kita. Coba lihatlah kondisi perbankan di Indonesia saat ini, semakin terpuruk saja dunia perbankan kita. Krisis perbankan di Indonesia dewasa ini tergolong yang paling dan relatif termahal di dunia sepanjang abad lalu. Banayk sekali masalah-masalah yang dihadapi oleh perbankan kita seperti semakin besarnya jumlah kredit macet, masih lemahnya manajemen perbankan nasional (termasuk pengawasan oleh Bank Indonesia), penyaluran KUK cenderung kurang mencapai sasaran, penyaluran kredit untuk sektor-sektor yang produktif dan kompotitif semakin terbatas karena adanya praktik-praktik monopoli-oligopoli, rent seeking, dan ketidakpastian penyaluran kredit.
Akan tetapi sebenarnya salah satu akar permasalahn utama kehancuran perbankan Indonesia bila dilihat dari kondisi domestik yaitu disebabkan karna terlalu longgarnya aturan perbankan, terutama sejak digulirkannya Paket Oktober 1988 (Pakto 88). Betapa tidak, aturan ini memungkinkan langkah mendirikan bank begitu mudahnya, sehingga dalam waktu relatif singkat jumlah bank menjamur. Sehingga, Indonesia menjadi negara yang jumlah banknya terbanyak diantara negara-negara yang menganut sistem branch banking. Keadaan inilah yamng membuat perbankan di Indonesia menjadi terpuruk.
Dalam industri perbankan yang semakin terpuruk diperlukan kreatifitas untuk membangunnya kembali yang diawali denga semangat kerja yang tinggi, ciri utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual. Kondisi yang demikian ini menuntut para pekerja di sektor perbankan untuk selalu mampu berinovasi melahirkan ide-ide baru. Keharusan melahirkan ide-ide baru yang sangat dinamis ini menyebabkan pentingnya bagi pekerja sektor perbankan untuk selalu menjaga motivasi dan etos kerja mereka.
Tak sedikit waktu dan tenaga yang tersita untuk memperbaiki kinerja perbankan yang baik dan pulih kembali seperti semula, baik secara finansial maupun non finansial. Mulai dari produktivitas operasional, sistim manajemen, karyawan, network serta pelayanan, yang kesemuanya untuk peningkatan nilai tambah bagi keseluruhan pihak berkepentingan. Setiap kali pemerintah berganti selalu menetapkan kebijakan dengan model zero based artinya manganggap kebijakan yang dulu tidak pernah ada atau belum pernah dilakukan. Hampir semua kebijakan berubah secara signifikan, ini bukan saja membingungkan dan melelahkan tapi juga sekaligus sedikit menyesatkan para pelaku bisnis perbankan ini. Penyempurnaaan pengelolaan manajemen perbankan menuntut praktik nyata yang berkesinambungan.
Perumusan strategi yang tepat dan jangka panjang demi peningkatan kinerja para karyawan bank dengan melahirkan semangat kerja memang bukan hal mudah, tapi disitulah tantangannya. Banyak faktor yang dapat membawa pada kesalahan strategi seperti kesalahan analisis, kesalahan metode analisis, data tidak akurat, tidak fokus, SDM tidak kompeten termasuk sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Dari sisi manajemen pun dapat membawa pada etos kerja yang buruk seperti ketidakpuasan pegawai, kurang pengawasan, budaya kerja yang tidak baik, law inforcement kurang tegas, dan tidak berjalannya reward and punisment. Yang paling buruk apabila manajemen dan karyawan sudah cenderung kolusi. Hal ini sebagai dampak atas etos kerja yang buruk yaitu tidak adanya rasa memiliki budaya perusahaan (dalam hal ini perbankan terutama bank swasta) yaitu perusahaan adalah rumahku. Pembinaan mental berjalan karena formalitas dan tidak ada semangat membangun perusahaan. Semangat “sense of belonging” diartikan secara salah dengan berusaha memiliki perusahaan untuk kepentingan diri sendiri sebanyak-banyaknya.
Oleh sebab itu, etos kerja sangatlah penting diterapkan dalam sistem perbankan terutama di dalam manajemennya, karena etos kerja merupakan salah satu subsistem dalam pembentukan kinerja yang baik dalam manajemen perbankan, yang dapat menjadikan sistem perbankan berjalan dengan baik, karena diiringi semngat yang tinggi dan etos kerja yang baik untuk membangun sebuah bank yang baik dalam segala sistemnya baik finansial maupun non finansial, baik penyehatan bank secara individu maupun menyeluruh.
Etos kerja yang perlu diterapkan dalam manajemen perbankan yang utama adalah melahirkan rasa “tanggung jawab”. Tanggung jawab itu wajib dimiliki oleh setiap orang, karna semua hal yang dilakukan dan dikerjakan dari setiap orang harus ada pertanggung jawabannya. Tanggung jawab terhadap kerja berarti kesiapan untuk bertanggung jawab di hadapan Yang Mutlak karena kerja adalah saksi bagi semua tindakan manusia dan jika suatu pekerjaan mau selesai dengan hasil yang memuaskan harus disertai tanggung jawab dari orang itu sendiri. Bagaimana mereka dapat mengerjakan suatu tugas jika tidak ada motivasi untuk menerapkan tanggung jawab dari diri mereka? Bisa-bisa pekerjaan tidak dapat selesai dengan maksimal. Oleh sebab itu rasa tanggung jawab sangatlah penting dan akan sangat mendukung sekali terhadap profesionalisme dalam bekerja.
Kemudian hal utama juga yang harus diterapkan oleh seluruh anggota perbankan adalah “kejujuran”. Kejujuran sangat diperlukan dalam manajemen perbankan karena tanpa kejujuran manajemen perbankan tersebut bisa kacau balau. Kejujuran selalu dipakai dalam segala hal perbankan dan harus diterapkan oleh seluruh organisasi perbankan yang harus dilakukan oleh seluruh anggota perbankan baik para pemimpinnya maupun karyawan bahkan para nasabah dan masyarakat yang merupakan pengguna jasa bank itu sendiri.
Prinsip “kehati-hatian” harus dipegang teguh di dalam manajemen perbankan karena bila ada kesalahan yang kecil dapat menyebabkan masalah yang sangat fatal. Sebab itu kehati-hatian harus dimiliki oleh seluruh staf perbankan dalam melakukan semua kegiatan perbankan, baik saat melakukan proses transaksi maupun dalam membuat laporan-laporan keuangan.
Etos kerja yang selanjutnya dalam memanaje perbankan yaitu kerja dengan “amanah”, seperti yang telah dikataka oleh Jansen Sinamo, bahwa kerja merupakan amanah. Etos kerja yang seperti ini yang harus ditanamkan oleh para karyawan bank, karena mereka memegang kepercayaan dari para nasabahnya untuk mengelola dan mengatur keuangan mereka yang diserahkan ke bank, dalam bentuk tabungan, giro, deposito dan sebagainya. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.
“Kedisiplinan” merupakan salah satu peraturan perbankan yang karena dengan semngat kedisiplinan semua pekerjaan bisa selesai dan tepat waktu, karena waktu lebih berharga dari pada uang. Kita dapat memperoleh uang yang lebih banyak tetapi kita tidak dapat memperoleh waktu yang lebih banyak. Oleh sebab itu betapa kedisiplinan sangat penting, terutama kedisiplinan waktu.
Setiap karyawan bank terutama di bidang costumer service, harus memiliki “Selling skill”, yaitu mampu meyakinkan nasabah, mampu melihat kebutuhan nasabah, mampu melakukan penjualan ganda ( cross selling ), persuasif dan komunikatif agar dapat menarik nasabah untuk menggunakan jasa bank dalam proses transaksi, dan memiliki semangat dan antusias dalam menjual produk-produk perbankan.
Berani mengambil resiko, seorang pimpinan harus berani mengambil resiko yang lebih besar dari apa yang dipikirkan orang lain aman. Berilah perhatian yang lebih dari apa yang orang lain pikir bijak. Bermimpilah lebih besar dari apa yang orang lain pikir praktis. Berharaplah lebih dari apa yang orang lain pikir masuk akal.
“Appearance” merupakan tuntutan bagi setiap karyawan bank, memiliki penampilan menarik, rapih dan bersih juga mempunyai sifat yang ramah dan supel juga berlakulah sopan kepada semua nasabah bahkan kepada nasabah yang berlaku kasar sekalipun, karena itu akan membuat suatu bank mempunyai pelayanan yang baik untuk para nasabahnya, sehingga dapat menarik nasabah-nasabah untuk menggunakan produk-produk bank yang ditawarkan dan nasabah akan merasa nyaman dan merasa puas dengan pelayanan bank tersebut sehingga nasabah mau untuk terus bekerja sama dengan bank bersangkutan.
“Perilaku” dari para karyawan bakn merupakan image dari suatu bank tersebut, baik bank pusat maupun sebuah cabang. Jadi suatu perilaku yang baik ikut menentukan image perusahaan karena merupakan kesan pertama yang dilihat oleh nasabah, semakin baik perilaku para karyawan bank terhadap nasabah semakin tertarik nasabah untuk melakukan kegiatan di bank tersebut. Kembangkanlah sikap yang selalu lebih baik, suatu perbedaan yang kecil dalam suatu tindakan menyebabkan perbedaan yang besar darlam hasilnya.
Dan yang paling penting adalah menajag hubungan baik antara sesama anggota/keluarga bank baik atasan dengan bawahan, karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya, maupun antara karyawan bank dengan nasabah. Menjaga hubungan baik bukanlah tanggung jawab satu orang, tetapi seluruh karyawan anggota bank, baik dari seluruh cabang maupun perusahaan pusat. Suatu kesalahan yang dibuat oleh seorang anggota staff di kantor pusat akan mengurangi kepuasan seluruh nasabah di cabang tersebut. Cara sederhana dan tepat dalam membangun suatu yang hubungan yang baik adalah dengan mendengar. Mungkin hal yang paling penting yang kita dapat berikan kepada orang lain atau nasabah adalah perhatian kita.
Jika kondisi ini dapat diciptakan, maka secara alamiah akan terbentuk suatu struktur perbankan yang kokoh. Untuk dapat menciptakan kondisi perbankan yang kokoh seluruh anggota perbankan baik pimpinan maupun staff harus bekerja sama untuk menerapkan nilai-nilai yang dapat menciptakan bank yang kokoh dan bermanajemen baik, diantaranya adalah nilai-nilai yang telah disebutkan diatas, yang merupakan semangat dan etos kerja dalam manajemen perbankan. Kerja sama sebuah tim adalah kemampuan untuk bekerja bersama menuju suatu visi yang sama. Kerja sama merupakan bahan bakar yang mampu mengubah orang biasa mencapai hasil yang luar biasa.


BAB IV
KESIMPULAN

Suatu etos kerja dalam manajemen perbankan sangatlah penting untuk kemajuan sebuah bank. Semakin baik etos yang diterapkan didalam manajemen semakin baik pula sistem manajemen bank tersebut. Sehingga dapat menarik perhatian nasabah untuk mau bekerja sama dengan bank tersebut.
Dalam meciptakan etos kerja yang baik, harus ada kerjasama diantara seluruh anggota perbankan, dari bank pusat sampai seluruh cabang, baik dari pimpinan sampai ke staff. Etos yang perlu diterapkan didalam perbankan yang paling utama adalah tanggung jawab. Tanggung jawab sangatlah penting dimiliki oleh setiap orang karna dengan tanggung jawab seseorang dapat meraih kesuksesan.
Selain tanggung jawab, etos kerja yang perlu diterapkan di dalam perbankan adalah kejujuran, sikap amanah dalam menjalankan tugas, kehati-hatian dalam setiap tindakan yang akan dilakukan, disiplin, selling skill, bagi seorang pemimpin harus berani mengambil setiap resiko dari apa yang akan dikerjakannya. Etos kerja berikutnya adalah appearance, tingkah laku yang baik, dan yang paling penting adalah menjaga hubungan baik di dalam aktivitas perbankan baik dari pimpinan dengan staff, dan seluruh organisasi perbankan dengan para nasabahnya.



BAB V
SARAN

Dari analisis tersebut saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah, agar setiap bank, baik perusahaan puast maupun seluruh cabang meningkatkan etos kerja di dalam manajemen perbankan yang dapat membangun suatu bank tersebut. Dan menerapkan serta menjalankan dengan baik dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh masing-masing bank bersangkutan, agar perbankan di Indonesia dapat lebih baik dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. www.google.com
2. Siamat,Dahlan.2004. Manajemen Lembaga Keuangan edisi keempat. Depok : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3. Darmawangsa,Darmadi.2008. CHAMP!ON 101 Tip Motivasi dan Inspirasi Sukses menjadi juara sejati. Jakarta : Gramedia.
4. A.F Stoner James, Edward Ffreeman.A, dan R Gilbert JR, Daniel. 1996. Manajemen jilid I. Jakarta : PT Buana Ilmu Populer.
5. Drs. Hasyami,Ali A. 1987. Manajemen Bank. Jakarta : Radar Jaya Offset.
6. Faisal H. Basri, S.E., M.A. 2002. PEREKONOMIAN INDONESIA, Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.
7. Drs. Bulizuar Buyung, MM. 2006. KEPEMIMPINAN Menuju Masyarakat Damai dan Sejahtera. Jakarta : Midada Rahma Press.





*The writer is Student of Finance and Banking Administration, Univ. of Indonesia

No comments:

Post a Comment