Setapak demi setapak, selangkah demi selangkah, dengan langkah
gontai, di bawah hujan gerimis yang membasahi di beberapa sudut kota sore
ini, siapa gerangan, sosoknya yang gagah, nampak tampan dengan
berbalutkan kemeja merah hati, mengenakan celana bahan hitam dan sepatu
pantofel yang masih berkilauan dan bisa ditebak kalau sepatu itu pasti
baru di beli sehari yang lalu atau paling tidak lamanya seminggu yang
lalu, pemuda itu cukup tinggi, mungkin aku hanya mencapai bahunya.
Dia berjalan dengan gontai, sungguh sangat tidak seimbang dengan
perawakannya. Tak biasanya ada karyawan yang singgah di taman saat jam
pulang kantor, padahal setiap pegawai, karyawan atau para pekerja
lainnya ingin selalu segera sampai dirumah, tapi tidak dengan pemuda
itu.
Aku yang setiap harinya ada di taman baru kali ini melihat
pemandangan itu, biasanya jika sore hari seperti ini, taman hanya diisi
oleh anak-anak yang bermain bola, ibu-ibu yang menyuapi anaknya atau
para orang tua lanjut usia yang sedang bermain dengan cucu mereka. Tapi
sore ini lain, ada sesosok pemuda berpakain rapih yang bisa ditebak
kalau dia sudah bekerja, "ah mungkin dia sedang ada janji dengan
seseorang, "mmm kencan pertama mungkin" pikirku, "tapiii... aahhh
tidak..tidak.. sepertinya pemuda itu bukan sedang menunggu
seseorang tetapi seperti sedang menunggu jawaban, yaa jawaban, teppaatt,
jawaban dari keresahan hidupnya, semuanya terbaca olehku dari raut
ekspresinya dari cara dia memainkan keningnya, matanya, atau kepalanya
yang sesekali melihat ke atas kemudian menghela nafas sambil melemparkan
pandangannya ke bawah.
Aku penasaran, lalu perlahan ku
ayunkan kakiku menuju tempat pemuda itu berjalan mondar mandir bak
orang kebingungan, menimbang-nimbang dan sesekali dia menggelengkan
kepalanya tanda tidak setuju dengan apa yang ada dalam pikirannya. Tak
terasa ayunan kaki ini semkin lama semakin dekat, dan entah
kenapa jantung ini berdegup, semakin mendekati, degupan jantung ini pun
semakin kencang.
Tak kurang dari tiga langkah lagi mencapai pemuda itu tiba-tiba "Aaaaaaaarrrrrrggghhhhttttt....." pemuda itu berteriak sangat kencang sambil menghentakkan tangannya ke udara yang semula digunakan untuk menyandarkan kepalanya. Tentu saja kejadian itu sangat mengagetkanku, aku spontan memberhentikan langkahku dan menstabilkan degupan jantungku yang dipicu oleh teriakkannya itu, sambil membisu dan sesekali menarik nafas dan menghelanya pelan. Benar perkiraanku, dia bukan menunggu seseorang, tapi menunggu jawaban.
Tak kurang dari tiga langkah lagi mencapai pemuda itu tiba-tiba "Aaaaaaaarrrrrrggghhhhttttt....." pemuda itu berteriak sangat kencang sambil menghentakkan tangannya ke udara yang semula digunakan untuk menyandarkan kepalanya. Tentu saja kejadian itu sangat mengagetkanku, aku spontan memberhentikan langkahku dan menstabilkan degupan jantungku yang dipicu oleh teriakkannya itu, sambil membisu dan sesekali menarik nafas dan menghelanya pelan. Benar perkiraanku, dia bukan menunggu seseorang, tapi menunggu jawaban.
Setelah
beberapa detik terjadi keheningan karena teriakannya, aktivitas para
pengunjung taman kembali normal yang sempat berhenti karena mengalihkan
perhatiannya pada pemuda itu. Akupun memutuskan untuk kembali ketempat
semula dan mengurunkan niatku untuk menyapa pemuda itu, aku membalikkan
badanku dan berjalan perlahan ketempat tadi aku bersantai. Tapi, aku
kembali berfikir "jika aku tidak menghampirinya dan menanyakan apa yang
sedang dia permasalahkan aku akan jadi penasaraaann dan terus penasaran,
mungkin aku tidak bisa tidur dua malam karena memikirkanya, "ah
sial...!".
Akhirnya aku membalikan kembali tubuhku ke arah pemuda itu,
dan dengan langkah yakin aku menghamprininya, hanya berjarak kurang
lebih 80cm dari pemuda itu aku kemudian langsung menge-judge nya "lagi
stress ya mas? atau lagi cari perhatian orang-orang di sini dengan
berteriak kencang kayak tadi?" mendengar perkataanku, pemuda itu melihat
kearahku sambil mengerutkan dahi diantara alis kanan dan kirinya, yaa
ekspresi menanyakan maksud perkataanku barusan. Akupun terdiam dengan
ekspresi tercengang takjub, pemuda itu sangat tampan, mampu memicu
jantungku untuk berdetak lebih kencang, bahkan sangat kencang.
"Bicara
sama saya?" pemuda itu bertanya kepadaku sambil menunjuk dirinya
sendiri.
"coba mas liat kiri kanan mas! emangnya saya gila?" jawabku
sedikit intonasi tinggi. Pemuda itupun langsung melihat kiri dan
kanannya, dan tidak satupun wujud yang dia temui selain aku di situ, lalu
tiba-tiba pemuda itu tertawa lebar tanpa suara, aku pikir dia akan
menjawab ketus ucapanku tadi, tapi ternyata dia tersenyum.
Yaa Tuhan,
benar-benar tampan pemuda ini dan senyumnya mampu menggetarkan sanubari
jantungku, sambil menyembunyikan perasaanku yang tak karuan aku berkata
kepada pemuda itu "kenapa ketawa? emangnya ada yang lucu?, saya
serius..".
Pemuda itu tertawa lagi, kali ini mengeluarkan suaranya dan
kemudian berkata "nah justru itu, keseriusanmu yang membuat saya
tertawa.. itu sungguh lucu" pemuda itu tertawa lebih kencang,
mentertawakanku, apanya yang lucu, dia pikir aku dagelan?
aaarrgghhsshhiitt...!.
Melihat raut mukaku yang geitr,
pemuda itu melanjutkan "saya Rangga" sambil menjulurkan tangan kananya
kepadaku, aku tersentak "maaf deh kalo ketawa saya tadi membuat mba ini
kesal, saya hanya cari hiburan dari kesuntukkan saya hari ini" pemuda
itu melanjutkan.
TEPATT..!!!! dia anggap aku ini memang dagelan
dibuatnya, tapi apa dayaku, kemarahan ini seketika hilang dengan sebuah
senyuman dan uluran tangan dari pemuda itu, dan yang membuatku terheran,
kenapa dia mau bersalaman denganku, menjabat tanganku, menyentuh
tanganku yang kotor dengan kuman, aku tak sebanding dengannya, dia tak
pantas menyentuhku, dia tak boleh terkena kuman yang menempel di
sela-sela jemariku bahkan di setiap titik garis tanganku.
"guee Jul..
Julaiha, tapi panggil aja Jul" jawabku sambil membuang muka melihat ke sekeliling taman
karena gugup dan tanpa membalas sambutan tangannya.
Bersambung...