Seperti biasa, setiap hari para penghuni Desa Hari itu selalu hadir untuk mewarnai penghuni Kota Bumi.. Dari awal mula terbentuk sampai nanti kemudian masa Desa Hari itu ditiadakan, penghuni Desa Hari hanya memiliki satu keluarga bernama Keluarga Waktu yang terdiri dari 4 anggota keluarga ada Ibu Pagi, Pemuda Petang, Nona Senja dan Tuan Malam.. Ibu Pagi tidak pernah bertemu dengan Nona Senja, dan Pemuda Petang tidak pernah bertemu dengan Tuan Malam begitu juga sebaliknya, padahal mereka satu keluarga dan berada di tempat yang sama yaitu di Desa Hari. Mungkin memang alamnya sudah dibuat seperti itu. Mereka hadir diwaktunya masing-masing sesuai dengan putaraan Kota Bumi dan titik poros Matahari. Pada suatu ketika di pergantian waktu, Ibu Pagi melihat Pemuda Petang sedang murung dan bermalas-malasan untuk melaksanakan pekerjaannya dan menggantikan tugas Ibu Pagi yakni mewarnai Kota Bumi.
"Hai Pemuda kenapa wajahmu tidak enak dilihat seperti itu, muram, kusut, tidak semangat, biasanya kau sangat senang bila Penghuni Kota Bumi ingin cepat-cepat menyambutmu datang dan kenapa kau sebagai pemuda tidak lebih semangat dibandingkan aku?" Tanya ibu Pagi.
Pemuda Petang rasanya malas sekali menjawab pertanyaan dari Ibu Pagi yang seperti Ibu-Ibu penghuni Kota Bumi, ramai, banyak tanya dan selalu mau tahu urusan orang lain walaupun Ibu Pagi ini sangat perhatian. Dengan suara parau Pemuda Petang menjawab pertanyaan Ibu Pagi "Musim panas telah datang Bu Pagi, pasti penghuni Kota Bumi tidak suka kehadiranku, karna aku ini membawa panas menyengat membuat para penghuni Kota Bumi malas beraktifitas, malas keluar rumah dan bahkan mencemoohku karna aku membawa panas" seruu Pemuda Petang.
"Ahahahaha" Ibu Pagi tertawa mendengar ucapan sang Pemuda Petang "kenapa kau menghawatirkan hal itu Petang? bukankah para penghuni Kota Bumi selalu menunggu kehadiranmu untuk bisa meninggalkan sejenak kesibukan mereka, kau selalu ditunggu untuk melepas lelah dipertengahan aktifitas mereka, kau di tunggu untuk merebahkan sebentar punggung mereka ke sandaran kursi, kau selalu ditunggu mereka untuk mengisi perut mereka dengan makanan-makanan lezat" ucap Ibu Pagi yang merasa terhibur oleh alasan dari Pemuda Petang yang membuatnya murung tapi sekaligus turut prihatin.
Pemuda Petang hanya tersenyum getir kepada Ibu Pagi, yaahh walaupun dia memikirkan kembali perkataan Ibu Pagi yang ada benarnya juga, penghuni Kota Bumi selalau menunggu kedatangannya. Walau panasku membakar permukaan kulit penghuni Kota Bumi tapi para penghuni itu tak jarang menyempatkan waktunya untuk makan siang bersama keluarga, kerabat, teman atau para partner mereka. Memang aku merasa senang sekali melihat ekspresi bahagia penghuni Kota Bumi saat sedang berkmpul makan siang. Dan tentu saja, di penghujung pekerjaannya, Pemuda Petang akan dapat bertemu dengan Nona Senja, melihat keindahan yang dipancarkan oleh Nona Senja membuat semua lelah yang ia rasakan setelah bertugas hilang begitu saja, lamunan itu membuat Paman Petang tersenyum-senyum sendiri.
"Hmmm..." Ibu Pagi merasa kebingungan melihat tingkah Pemuda Petang, cepat sekali dia merubah mimik muka yang dimilikinya. "Seharusnya aku yang merasakan apa yang kamu rasakan hei Pemuda" Ibu Pagi melanjutkan " Setiap pergantian Desa Hari dan kepergian Tuan Malam, bukankah aku tidak diharapkan hadir untuk mengisi kehidupan para Penghuni Kota Bumi, bukankah menurut mereka kedatangnku di awal hari merupakan awal masalah baru bagi mereka? hah?" Ibu Pagi menekankan pertanyaan itu pada Pemuda Petang, dan kemudian tersenyum lebar diikuti dengan lembutnya kata demi kata yang diucapkannya "tapii Pemuda, aku tidak pernah mengeluh, aku tidak pernah meminta penciptaku untuk mengakhiriku, aku selalu memberikan keceriaanku kepada para Penghuni Kota Bumi itu ketika mereka menyambut pagi, sehingga mereka bisa juga menyambutku dengan ceria, aku selalu membuat mereka menyukaiku, aku selalu memberikan yang terbaik bagi mereka, udara yang sejuk di pagi hari, matahari yang memberikan kehangatan di dinginnya udara pagi yang terkadang membuat seluruh tulang mereka terasa ngilu dan aku selalu memberikan warna keindahanku kepada mereka tanpa sedikitpun aku membenci mereka, membenci pekerjaanku ataupun membenci takdirku, yahh walaupun terkadang apa yang kita lakukan belum tentu membuat mereka suka, huuffhh" Ibu Pagi menghela nafas panjang seperti baru saja lari satu putaran di Kota Bumi.
Kini gantian Pemuda Petang yang merasa prihatin mendengar isi perasaan Ibu Pagi, ternyata perspektif para Penghuni Kota Bumi terhadap kedatangan Ibu Pagi lebih menyakitkan di bandingkan kehadirannya. Benar saja mereka menganggap kedatangan Ibu Pagi sebagai awal masalah baru bagi mereka. Pemuda Petang hanya dapat memberikan seulas senyuman ketulusan yang mungkin dapat menenangkan hati Ibu Pagi sekarang, dia tak mau memperkeruh perasaan Ibu Pagi dengan perkataan yang akan ia keluarkan untuk menenangkan Ibu Pagi, menurutnya sebuah senyuman sudah cukup membuat Ibu Pagi juga akan tersenyum untuk membalas senyumannya.
Tak lama membalas senyum ketulusan Pemuda Petang, akhirnya Ibu Pagi pamit undur diri untuk segera beristirahat "Baiklaahhh Pemuda, sudah datang waktumu dan aku harus segera kembali pulang" sambil membayangkan halusnya dan tebalnya cloud cumulus yang semakin aktif menebal disetiap kepergian Ibu Pagi dan awal kedatangan Paman Petang untuk melengkapi kesempurnaan Desa Hari. Seraya awan ini memang diciptakan untuk menyambut rasa lelah Ibu Pagi setelah habis bekerja, bisa berbaring di atasnya merupakan hal yang paling menyenangkan, namun semua itu hanyalah ilusi belaka Ibu Pagi. Dalam kenyataannya Keluarga Waktu tidak pernah beristirahat, mereka selalu bekerja sampai dunia ini kiamat, sampai tak ada lagi alam semesta, Kota Bumi dan para penghuninya karena mereka selalu berpindah-pindah tempat untuk mewarnai daerah yang satu ke daerah lainnya yang mengisi Kota Bumi.
Pemuda Petang pun memulai pekerjaannya setelah kepergiaan Ibu Pagi, "hmmm semoga Ibu Pagi sedang menerangi belahan Kota Bumi lainnya yang memiliki pemandangan yang indah agar kesedihannya hilang" ucapnya dalam hati. Kejadian yang belum lama terjadi bersama Ibu Pagi membuat Pemuda Petang bekerja dengan penuh semangat dengan dihasi senyum ketulusan dan tak hentinya mencoba untk selalu melakukan yang terbaik untuk mewarnai Kota Bumi. Tapi satu hal yang tak dapat ia hindari, perasaan yang selalu ingin dengan cepat menyelesaikan tugasnya, bukan karena lelah ataupun rasa kesalnya terhadap penghuni Kota Bumi yang selalu mencibirnya tetapi karena setiap di akhir pekerjaannya, dia dapat melihat paras lembut nan anggun yang selalu memancarkan aura kedamaian, yaa Senja, Nona Senja.
Astiandini
No comments:
Post a Comment